Selasa, 15 November 2011

ANALISIS KESULITAN PERKEMBANGAN DAN BELAJAR ANAK USIA SD DILIHAT DARI PERMASALAHAN BELAJAR KARENA GANGGUAN SOSIOEMOSIONAL

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tentunya setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda dan tentunya memiliki masalah dan kesulitan masing-masing dalam kegiatan belajarnya. Kesulitan belajar dapat dilihat dari segi prinsip belajar dan gangguan sosioemosional anak. Penanganan anak dengan kesulitan belajar dari segi sosioemosional kebanyakan melibatkan bukan hanya guru dan orang tua namun juga pakar lain seperti dokter dan ahli terapi lainnya.
Gangguan sosioemosional pada anak dapat meliputi hiperaktif, distractibility child, poor self concept, impulsif, distructive behavior, distruptive behavior, dependensi child, withdrawal, learning disability, learning disorder, underachiever, overachiever, slow learner, dan social interception child. Masing-masing memiliki karakteristik dan cara penanganan yang berbeda, yang harus dilakukan dengan kerjasama dari orang tua, guru dan dokter atau ahli terapi lain.

Rumusan Masalah

1. Apakah kesulitan belajar itu?
2. Apa saja kah gangguan sosioemosional yang dialami anak?
3. Bagaimanakah penanganannya?

Tujuan

Sebagai calon pendidik dapat mengetahui dan menanganai dengan tepat kesulitan belajar anak yang disebabkan gangguan sosioemosional, sehingga dapat membuat anak belajar dengan baik.



PEMBAHASAN


A. Kesulitan Belajar

Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
Ada tiga jenis kesulitan belajar yang seringkali ditemui dalam perkembangan seorang anak :
1. Kesulitan belajar akademis.
Kesulitan belajar akademis siswa sekolah dasar sering dinamakan kesulitan “CALISTUNG” (membaca, menulis, berhitung).

~ Kesulitan membaca dapat disebabkan karena gangguan pertumbuhan psikologis dan juga hambatan didaktik-metodik. Gangguan dalam membaca karena anak kehilangan kemampuan membaca disebut aphasia. Ketidakmampuannya untuk membaca karena gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak) disebut dyslexia.
Kiat Mengatasi Problem Dysleksia:
• Menggunakan metode phonic, yaitu metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983).
• Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.
• Bersikaplah positif dan memuji anak ketika dia membaca dengan benar.
• Memberikan hadiah pada anak ketika dia melakukan sesuatu dengan baik.

~ Kesulitan menulis dapat disebabkan karena kemampuan psikomotor kurang terlatih. Seorang anak SD yang tulisannya buruk, sulit untuk dibaca dan tidak rapi akibat gangguan saraf disebut disgraphia. Gerakan yang berlebihan dan tidak normal misalnya menghentak-hentakkan kaki, bergoyang-goyang terus, berkedip-kedip menggaruk-garuk kepala secara tidak teratur disebut hyperkenesis.
Kiat Mengatasi Problem Hyperkenesis:
• Menggunakan teknologi untuk memberikan kesempatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.
• Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatan anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus.
• Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
• Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran.
• Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat melakukan tes secara lisan.

~ Kesulitan berhitung anak SD berkaitan dengan penerapan konsep-konsep kuantitatif. Kesulitan untuk mengerjakan bilangan pada saat berhitung disebut discalcula.
Kiat Mengatasi Problem Discalcula:
• Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya. Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem discalcula tersebut.
• Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, bisa dengan diberikan kalkulator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem discalcula tidak memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

2. Kesulitan belajar yang lain dapat disebabkan karena gangguan simbolik antara lain siswa itu mampu mendengar, tetapi tidak mengerti apa yang didengar.
3. Gangguan nonsimbolik adalah ketidakmampuan anak memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengenal kembali apa yang telah dipelajari pada pelajaran sebelumnya.
.
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
a. Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain itu, cacat tubuh, yang dapat dibagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman dan nyaman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua dan guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

b. Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi :

1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagaimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor nonsosial
Faktor-faktor nonsosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.


B. Permasalahan Belajar Karena Gangguan Sosioemosional Anak

1). Hiperaktif
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Ia melakukan aktifitas sesuai dengan kemauannya sendiri. Ia pun suka mengganggu temannya bahkan gurunya.
Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang. Hiperaktif juga mengacu kepada ketiadaannya pengendalian diri, contohnya dalam mengambil keputusan atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat terkena hukuman atau mengalami kecelakaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
a. Pemanjaan.
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya. Ia akan memperdaya orangtuanya untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Serta kurangnya disiplin yang diberikan oleh orangtua kepada anak tersebut. Cara seperti itulah yang akan membuat anak untuk berbuat sekehendak hatinya.

b. Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua. Jika anak dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain baik itu di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.

c. Orientasi kesenangan.
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri. Anak yang mempunyai orientasi kesenangan ingin memuaskan kebutuhan atau keinginan sendiri. Ia lebih memperhatikan kesenangan yang berasal dari perilakunya dari pada menggubris hukumannya. Misalnya anak itu mungkin tahu bahwa ia melanggar dan menerima hukuman, namun jika itu menyenangkannya, ia akan melakukan juga walaupun ia mencemaskan hukumannya nanti. Ia akan melakukan apa yang menjadi kesenangannya dan tidak perduli dengan aturan yang sudah ada ditentukan oleh orang lain.

Ada beberapa hal bagaimana pengaruh yang dihadapi oleh anak hiperaktif antara lain:

a. Pengaruh keluarga
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama, oleh karena itu orang tua adalah pendidik yang pertama, keluarga merupakan pusat di mana diletakkan dasar-dasar pandangan hidup, dan pembentukan pribadi anak. Hubungan antar anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa anak hiteraktif. Dalam hubungan ini selian hubungan pribadi yang didasarkan atas kewibawaan, juga terhadap hubungan cinta kasih antara orang tua kepada anak dan sebaliknya. Untuk itulah orang tua tidak boleh bersikap acuh tak acuh kepada anak seperti itu. Peranan ibulah sebagai pendidik yang lebih menonjol di dalam keluarga.

b. Pengaruh lingkungan
Pengaruh lingkungan bagi anak hiperaktif ini kurang disukai oleh lingkungan khususnya bagi teman-teman sebayanya, karena di dalam diri anak itu ada jiwa ingin mengepalai, menguasai dan menjadi pemimpin di antara teman-temannya yang lain.

c. Pengaruh sekolah
Anak hiperaktif ini juga mengalami kesukaran di dalam kelas. Kesukaran yang dihadapinya adalah sukar belajar. Anak ini belajar dengan cepat dan mudah, tetapi lebih suka belajar lewat sarana-sarana kreatif dari pada perintah. Makanya ia berbuat sekehendak hatinya di kelas, cepat bosan dengan tugas-tugas rutin dan tidak mau menyelesaikan tugas yang sudah diketahuinya. Ia juga menimbulkan kesulitan di kelas, sebab tugasnya lebih cepat selesai dari pada murid-murid yang lainnya.

Metode bimbingan bagi anak hiperaktif
Menurut Moeslichatoen ada beberapa metode yang cocok untuk membimbing dan mengarahkan anak hiperaktif:
a. Metode Bercerita
Dalam cerita terjadi peristiwa yang menarik. Metode cerita bagi anak-anak usia 3 - 5 tahun merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak secara lisan. Metode bercerita bagi anak usia ini dalam mengajarkan tentang kebenaran haruslah menarik, mengundang perhatian dan tidak lepas dari konsep bercerita. Dunia kehidupan anak itu penuh sukacita, maka kegiatan bercerita haruslah diusahakan dapat memberikan perasaan, gembir, lucu, dan mengasyikkan. Karena dunia kehidupan anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah dan diluar lingkungannya.
Moeslichatoen mengatakan bahwa ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain guru atau orang tua dapat membaca langsung dari buku, menggunakan illustrasi dari buku gambar, menggunakan papan flanel, menggunakan boneka, bermain peran dalam suatu cerita.
b. Metode tanya-jawab.
Dengan adanya metode tanya-jawab ini akan membuat antara anak dan guru ada komunikasi. Itu juga diperlukan persiapan yang baik agar dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan kebenarannya. Kadang kala ada anak hiperaktif menanyakan sesuatu yang dapat membuat guru menjadi bingung untuk menjawabnya. Saat anak yang memiliki perilaku yang berlebihan itu tidak bisa diam, guru dapat langsung bertanya kepada anak mengenai cerita yang baru saja diceritakan. Dengan cara ini maka anak tersebut akan memberikan perhatiannya kepada guru yang bertanya. Walaupun rentang konsentrasi anak seperti itu sangat singkat.
c. Metode pekerjaan tangan.
Guru/pembimbinga anak dapat memberikan metode pekerjaan tangan ini kepada anak yang memiliki perlaku berlebihan atau yang tidak mau diam, seperti membuat bentuk dari lilin, melukis dengan kanji yang berwarna warni. Hal tersebut harus dibuat oleh anak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru. Dengan adanya metode ini maka anak yang tidak mau diam tadi dapat diberikan kegiatan diatas, sehingga anak itu tidak lagi mengganggu teman yang lainnya saat berada di kelas.
d. Metode pemberian tugas.
Metode pemberian tugas merupakan tugas atau pekerjaan yang sengaja diberikan kepada anak yang tidak mau diam, supaya kesempatan si anak untuk mengganggu temannya mulai berkurang. Pemberian tugas itu juga harus jelas dan penentuan batas yang tepat diberikan secara nyata. Banyak anak yang mengalami hambatan untuk memperoleh kemajuan belajar karena tidak menentunya batas tugas yang diberikan oleh guru untuk diselesaikan. Kejelasan penentuan batas tugas yang harus diselesaikan anak akan memperkecil kemungkinan anak membuang-buang waktu dan tenaga untuk suatu kegiatan yang tidak membuahkan hasil dan tidak bermakna bagi anak. Pemberian tugas kepada anak seperti ini juga harus dapat membangkitkan minat anak untuk mengembangkan tugas itu secara kreatif. Anak itu tidak akan melakukan tugas bila yang diberikan oleh guru baginya itu tidak menarik. Pemberian tugas secara tepat dan profesional akan dapat meningkatkan bagaimana cara belajar yang benar, sehingga keinginan anak untuk melakukannya timbul pada dirinya sendiri. Bila pemberian tugas itu menggunakan bahan yang bervariasi, dan sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, maka akan memberikan arti yang besar bagi anak tersebut.
e. Metode bermain.
Metode bermain juga sangat baik diberikan kepada anak tersebut karena anak akan belajar mengendalikan diri sendiri, memahami dunianya.
Dengan menggunakan metode bermain kepada anak seperti ini diperlukan guru-guru yang harus menemaninya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang dapat menyalurkan bakat si anak.

2). Distractibility Child
Anak ini cenderung cepat bosan dan sering kali mengalihkan perhatiannya keberbagai objek lain di .kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, namun tidak dapat memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kelas.

3). Poor Self Concept
Poor self concept mungkin merupakan akumulasi kritik dari orang lain terhadap diri sendiri yang cenderung merusak pandangan terhadap diri sendiri. Anak ini cenderung pendiam di kelas, pasif, sangat perasa sehingga mudah tersinggung. Ia cenderung kurang berani bergaul serta suka menyendiri. Karakteristik anak ini cenderung tidak berani bertanya atau menjawab, serta merasa dirinya tidak mampu.

4). Impulsif
Impulsif merupakan suatu sifat untuk segera menanggapi berbagai stimulasi yang datang dari lingkungan sekitar. Dalam kondisi di kelas, kita sering menjumpai anak-anak yang langsung menuliskan jawaban pertama yang muncul dalam pikiran mereka. Ketika mengerjakan suatu tugas, mereka langsung terjun bebas ke dalam aktivitas tersebut tanpa membuat beberapa langkah ke belakang untuk benar-benar memahami petunjuknya.
Dengan demikian, mereka tidak memiliki rencana yang teratur atau strategi tertentu untuk mendekati persoalan. Dalam hal ini, mereka akan dengan mudah dan segera mengambil kesimpulan atas suatu gagasan atau alternatif pemikiran sebelum sungguh-sungguh mencernanya.
Karena tidak adanya suatu konsepsi yang jelas dalam pikiran mereka, bukan hal berlebihan bila mereka langsung menerapkan hal pertama yang mereka dengar tanpa mempertimbangkan berbagai alternatif lain yang tersedia. Mereka juga tidak sampai melihat sejumlah konsekuensi atas berbagai pilihan yang tersedia.
5). Distructive Behavior
Tingkah laku anti sosial merupakan salah satu jenis tingkah laku distruktif, iaitu permusuhan nyata. Ia disifatkan sebagai tingkah laku masakah negatif kerana melibatkan tingkah laku yang dapat melukai atau menyakiti orang lain.
Pelajar yang menunjukkan tingkah laku permusuhan nyata ialah mempunyai konsep diri yang negatif, naluri agresif yang diwarisi daripada ibu bapa atau dibentuk akibat pengaruh unsur-unsur negatif daripada media-media dan sumber teknologi. Selain itu, pelajar berkenaan merasa kecewa dan tersinggung kerana mendapat penilaian negatif daripada ibu bapa, saudara, teman sebaya atau gurunya. Siswa ini suka merusak benda-benda yang ada disekitarnya. Sikap agresif yang negative ini menunjukan anak ini bermasalah. Anak seperti ini cepat tersinggung, dan bertempramen tinggi.

6). Distruptive Behavior
Tingkah laku yang mengganggu merupakan tingkah laku distruptif yang boleh menghalangi kelancaran serta keberkesanan pengajaran dan pembelajaran dalam kelas. Anak ini sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan. Dengan mengejek dan cenderung menentang guru.
Di antara faktor yang menyebabkan tingkah laku distruptif ialah kurang matangnya pelajar itu sendiri. Masalah kesehatan pelajar ataupun iklim kelas yang kurang kondusif dan kurang nyaman pula menggalakkan tingkah laku distruptif.
Melalui pemerhatian di dalam kelas, jenis-jenis tingkah laku distruptif ini yang dapat dikenal pasti ialah :
a) Hiperaktiviti – iaitu pelajar yang tidak dapat duduk diam tetapi sering bergerak di sana sini, membuat bising, ketawa kuat, tolak menolak serta melakukan sesuatu dengan tiba-tiba tanpa memikirkan akibatnya. Pelajar yang hiperaktif biasanya menghadapi masalah kesihatan disebabkan makanan yang menjejaskan aktiviti otaknya, ataupun kurang stabil emosinya yang diwarisi daripada ibu bapa.
b) Kelakuan nakal – iaitu pelajar yang tidak berminat atau tidak dapat mengikuti pelajaran di dalam bilik darjah. Pelajar yang tidak dapat menumpukan perhatian terhadap aktiviti pengajaran guru akan membuat bising, tidak dapat duduk diam dan bergerak di sana sini, mengganggu pelajar lain ataupun menunjukkan cirri agresif fizikal dengan menolak atau menumbuk pelajar lain di dalam bilik darjah.

Untuk menyelesaikan masalah tingkah laku yang menghalang kelicinan proses pengajaran dan pembelajaran di dalam bilik darjah. Guru harus mengambil langkah yang berkesan seperti berikut :
• Menggunakan pelbagai teknik mengajar termasuk penggunaan alat bantu mengajar yang menarik perhatian pelajar.
• Menggunakan teknik variasi rangsangan untuk mengekalkan minat pelajar.
• Menggunakan aktiviti kumpulan mengikut kebolehan pelajar masing-masing.
• Menguruskan bilik darjah dengan membina iklim bilik darjah yang kondusif dan selesa untuk menjalankan aktiviti pengajaran dan pembelajaran.
• Bagi pelajar yang bermasalah hiperaktif, guru hendaklah bekerjasama dengan ibu bapanya supaya pelajar tersebut dapat rawatan doktor dan memastikan nasihatnya dipatuhi. Berikan pelajar itu kerja yang berlebihan supaya tidak ada masa lapang mengganggu rakan sedarjahnya.


7). Dependency child
Gangguan kepribadian dependen (Dependent Personality Disorder; DPD) adalah suatu kondisi karakteristik dimana individu sangat tergantung pada orang lain hingga individu tersebut patuh dan terikat erat perilakunya dan takut akan terpisah dengan orang itu. Perilaku ketergantungan dan kepatuhan muncul dari perasaan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah tanpa bantuan orang lain. Anak seperti ini sering merasa takut dan tidak mampu untuk melakukan tugasnya sendiri. Sikap orang tua yang terlalu over protektif membuat anak ini sangat tergantung pada orang tua.
Tanda – tanda Gangguan Kepribadian Dependen, antara lain :
• Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar keputusan penting bagi dirinya.
• Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah daripada kebutuhan orang lain pada siapa dia bergantung, dan kerelaan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka.
• Keengganan untuk mengajukan tuntutan yang layak pada siapa dia bergantung.
• Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar – besarkan tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri.
• Terpaku akan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya dan ditinggal agar mengurus diri sendiri.
• Keterbatasan kemampuan untuk membuat keputusan sehari – hari tanpa mendapat nasihat yang berlebihan dan diyakinkan oleh orang lain.
• Gambaran penyerta dapat mencakup perasaan tidak berdaya, tidak kompeten, dan kehilangan stamina.
~ Psikodinamika Gangguan Kepribadian Dependen
Teori Freudian mengatakan bahwa konflik perkembangan fase oral yang tidak terselesaikan menyebabkan pasien membutuhkan pengasuhan sepanjang hidupnya.
Teori tentang hubungan objektif mengatakan bahwa kehilangan orang tua yang dini atau penolakan membatasi seseorang untuk mendapatkan pengalaman normal dari “attachment” dan “separation”, sehingga anak tetap dalam keadaan takut.
Teori lain mengatakan bahwa overproteksi dari orang tua menyebabkan anak menjadi tergantung/dependen.
Para pakar perilaku mengatakan bahwa orang tua individu dengan gangguan ini secara tidak sengaja memberi “reward” bagi anak yang penurut dan “punishment” bagi anak yang bebas.
Ahli kognitif mendapatkan 2 perilaku maladaptif yang menyebabkan anak menjadi dependen, “saya tidak cukup mendapatkan bantuan untuk berhubungan dengan dunia” dan “saya harus mencari seseorang yang bisa memberikan perlindungan sehingga saya bisa menghadapi dunia”. Dimana pola pikir tersebut membatasi seseorang untuk membuat keputusan yang bebas dan merdeka.

~ Pengobatan Gangguan Kepribadian Dependen
Kunci dari penanganan gangguan ini adalah menyerahkan tanggung jawab diri pada dirinya sendiri.
Terapi yang digunakan adalah terapi psikodinamik yang memfokuskan penderita sebagai penderita gangguan depresi, dan terapi kognitif yang merubah asumsi penderita dari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. Sedangkan terapi keluarga dan terapi kelompok dapat membantu dan dianjurkan.
Penggunaan obat antidepresan bisa digunakan jika terdapat gambaran depresi pada penderita.

8). Withdrawal
Anak ini merasa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba membuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru karena dirinya merasa tidak mampu, hal ini disebabkan karena anak ini berasal dari sosial ekonomi yang sangat rendah.

9). Learning Disability
Learning Disabilities (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan yang nyata dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan.
Ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan anak LD juga mengalami kegagalan yang nyata dalam penguasaan keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis dan atau berhitung. Kemampuan intelektual dapat berpengaruh luas terhadap berbagai kemampuan manusia, terutama dalam prilaku belajarnya. Secara potensial, anak LD yang memiliki inteligensi di atas rata-rata adalah sumber daya manusia unggul bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena itu mereka mendapat perhatian yang lebih serius dalam upaya mengatasinya. Namun demikian, dalam praktek pendidikan di lapangan, khususnya di sekolah dasar, sangat mungkin terjadi guru mengalami berbagai kesulitan dalam membantu siswanya yang termasuk LD.

Secara khusus anak LD mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Mudah menangkap pelajaran, petunjuk, atau instruksi yang diberikan, tetapi cenderung malas melakukan aktivitas belajar, mudah bosan, meremehkan, bahkan penolakan.
b. Memiliki pengetahuan yang luas, tetapi cenderung kurang mampu melakukan tugas-tugas akademik secara akurat dan memuaskan.
c. Dikenal sebagai siswa yang cukup pandai, tetapi mengalami kesulitan dalam satu atau
lebih bidang akademik dan tidak mampu memanfaatkan kepandaiannya tersebut untuk mencapai prestasi akademik tinggi.
d. Memiliki kesenjangan yang cukup signifikan antara skor tes kemampuan verbal dan performennya.
e. Memiliki daya tangkap yang bagus, tetapi cenderung hiperaktif dan kurang mampu menyeuaikan diri.
f. Memiliki daya imaginatif yang tinggi, tetapi cenderung emosional.
g. Mampu mengambil keputusan dengan cepat, tetapi cenderung kurang disertai pertimbangan yang matang, terburu-buru, semaunya.
h. Lebih cepat dalam belajar dan mengerjakan suatu persoalan, tetapi cenderung malas dan memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi.
i. Lebih percaya diri, tetapi cenderung meremehkan dan menolak tugas-tugas yang diberikan dengan berbagai alasan.
Dalam kaitannya dengan sistem pendidikan di sekolah dasar, guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak LD yang memiliki kemampuan intelegensi di atas rata-rata. Kekhasan karakteristik anak LD yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, mengisyaratkan bahwa dalam pelaksanaan bimbingan perlu dilakukan melalui studi yang mendalam secara individual. Untuk itu perlu dilakukan assesmen secara obyektif, akurat, mendalam, dan komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya terhadap berbagai permasalahan, keterbatasan, hambatan, kekurangan, ketidakmampuan, maupun keunggulan-keunggulan tertentu yang dimilikinya, untuk dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program bimbingan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Pemahaman terhadap keunggulan anak, di samping penting untuk dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalahnya, juga dalam rangka mengembangkan keunggulannya tersebut, sehingga mereka mampu berprestasi tinggi sesuai potensi yang dimilikinya. Secara teoritis, pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD, termasuk yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, dimulai dengan pemahaman karakteristik anak, familiar dengan instrumen-instrumen assesmen yang digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan belajar anak dalam rangka pemahaman dan mengkomunikasikan pada tim ahli tentang masalah belajar anak, melakukan koordinasi dengan tim ahli (guru kelas, psikolog sekolah, tenaga medis, dan ahli terapi lain) yang menangani anak, melakukan konseling dan konsultasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi perkembangan anak, melaksanakan konseling pada anak sesuai dengan keunikan masalah yang dihadapinya, dan melakukan konseling dan konsultasi dengan personel sekolah dalam rangka peningkatan pemahaman mereka terhadap masalah belajar, sosial, dan tingkah laku anak . Penanganan anak LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan khusus di klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, perlu dirumuskan suatu program khusus sesuai dengan potensinya. Sebab, dalam membantu mengatasi masalahnya tidak cukup dengan pendekatan yang digunakan untuk mereka yang memiliki inteligensi rata-rata atau di bawah rata-rata. Perlunya penyesuaian antara teknik konseling yang digunakan dengan gaya belajar anak, serta perlunya keterlibatan secara intensif dari orang tua dalam keseluruhan program bimbingan.

11). Learning Disorder
Anak ini cenderung sulit untuk belajar secara normal seperti anak-anak yang sebaya. Anak ini membutuhkan penanganan para ahli yang dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus, karena mereka mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik maupun syaraf.

12). Underachiever
Underachiever adalah prestasi akademis anak lebih rendah dari perkiraan berdasarkan umur, kemampuan dan potensi. Misalnya anak kelas 2 SD seharusnya bisa perkalian sampai 10, namun anak itu tidak bisa. Misalnya kita melihat anak kita pintar main game, mampu menguasai game dengan cepat, tapi belajar berhitung dan menulis lamban sekali.
Anak ini mempunyai potensi intelektual diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat rendah sehingga ia sering menyepelekan tugas-tugas yang diberikan.
Ciri ciri anak underachiever ialah:
1. IQ lebih tinggi dari prestasi
2. Prestasi inkonsisten: kadang bagus, kadang tidak
3. Tidak menyelesaikan Pekerjaan rumah
4. Rendah diri
5. Takut gagal (atau sukses)
6. Takut menghadapi ulangan
7. Tidak punya inisiatif
8. Malas, bahkan depresi
Salah satu penyebab utama anak menjadi underachiever ialah cara kita membimbing anak kita baik di rumah maupun di sekolah. Kita menggunakan memakai metode one size fits all (atau dalam ukuran baju disebut free size atau all size). Artinya anak dipaksakan mengikuti sistem yang ada. Misalnya, guru mengatakan bahwa kurikulum sudah demikian maka anak harus mengikutinya begitu.
Orang tua juga hanya menurut guru dan berkata pada anak,” Apa yang dikatakan guru sudah bagus. Kamu harus ikut sistem sekolah!” Prestasi anak menjadi rendah, namun tidak pernah terpikirkan bahwa mungkin caranya yang salah, bukan anaknya.
Anak-anak underachiever butuh curahan kasih sayang yang lebih. Orang tua dan para pendidik perlu menerima anak apa adanya. Untuk mengatasi metode one size fits all kita butuh program yang sangat spesifik untuk tiap-tiap anak. Penting sekali bagi kita untuk mengenali keunikan anak sehingga kita bisa menciptakan lingkungan yang menjamin kesuksesan bagi tiap anak.

13). Overachiever
Overachiever adalah seseorang yang memperoleh hasil atau prestasi yang melampaui peramalan, yang dibuat berdasarkan kecerdasan, ketangkasan dan bakat. Anak ini mempunyai semangat belajar yang sangat tinnggi, ia merespon dengan cara cepat. Namun, anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan dari siapapun termasuk gurunya.


14). Slow Learner
Slow learner atau anak lambat belajar adalah mereka yang memiliki prestai belajar rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007). Dengan kondisi seperti demikian, kemampuan belajarnya lebih lambat dibandingkan dengan teman sebayanya. Anak ini sulit menangkap pelajaran di kelas dan membutuhakan waktu yang lama untuk dapat menjawab dan mengerjakan tuga-tugasnya.
Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, dianataranya kemampuan koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan pakaian). Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang percaya diri. Kemampuan berpikir abstraknya lebih rendah dibandingkan dengan anak pada umumnya. Mereka memiliki rentang perhatian yang pendek.
Anak dengan SL memiliki ciri fisik normal. Tapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi, responnya lambat, dan kosa kata juga kurang, sehingga saat diajak berbicara kurang jelas maksudnya atau sulit nyambung.
Usaha yang dapat dilakukan:
a. Isi materi diulang-ulang lebih banyak dibandingkan dengan teman sebayanya.
b. Sediakan waktu khusus untuk membimbingnya secara individual.
c. Waktu materi pelajaran jangan terlalu panjang dan tugas-tugas atau pekerjaan rumah lebih sedikit dibandingkan dengan teman-temannya.
d. Lebih baik menanamkan pemahaman suatu konsep daripada harus mengingat suatu konsep.
e. Gunakan peragaan dan petunjuk visual.
f. Konsep-konsep atau pengertian-pengertian disajikan secara sederhana.
g. Jangan mndorong mereka untuk berkompetisi dengan anak-anak yang memiliki kemampuan yag lebih tinggi.
h. Pemberian tugas-tugas harus terstruktur dan kongkrit.
i. Gunakan berbagai pendekatan dan motivasi belajar.
j. Berikan kesempatan kepada anak untuk bereksperimen dan praktek langsung tentang berbagai konsep dengan menggunakan bahan-bahan kongkrit atau dalam situasi simulasi.
k. Untuk mengantarkan pengajaran materi baru maka kaitkan materi tersebut dengan materi yang telah dipahaminya.
l. Instruksi yang sederhana memudahkan anak untuk memahami dan mengikuti instruksi tersebut. Pada saat memberikan arahan harus berhadapan.
m. Berikan dorongan kepada orangtua untuk terlibat dalam pendidikan anaknya di sekolah. Membimbing mengerjakan PR, menghadiri pertemuan-pertemuan di sekolah, berkomunkasi dengan guru.



15). Social Interseption Child
Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul dengan teman-teman yang ada di kelas.


PENUTUP


A. Kesimpulan
Jenis kesulitan belajar ada tiga yaitu kesukitan belajar akademis, kesulitan belajar karena gangguan simbolik dan kesulitan belajar akibat gangguan nonsimbolik. Sedangkan faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah faktor intern yang meliputi faktor fisiologi dan faktor psikologis dan faktor ekstern yang meliputi faktor sosial dan faktor nonsosial. Selain kesulitan-kesulitan belajar diatas, peserta didik juga sering mengalami permasalahan dalam belajar karena gangguan sosial emosional diantaranya hiperaktif, distractibility child, poor self consept, impulsif, distructive behavior, distruptive behavior, dependency child, withdrawal, learning disability, learning disorder, underachiever, overachiever, dan slow learner.

B. Saran
Sebagai seorang guru nantinya, kita harus bisa menganalisis apa kesulitan dan permasalahan yang dialami oleh anak didik kita dalam belajar dan menerima pelajaran di sekolah. Selanjutnya kita harus bisa mencari solusi untuk mengatasi kesulitan dan permasalahan tersebut agar si anak dapat menerima apa yang kita jelaskan.



DAFTAR PUSTAKA


http://pendidikankhusus.wordpress.com/2008/12/25/slow-learner/ 19 Mei 2011, 16.24
www.pedulikonseling.or.id/anak_pandai_tapi_tidak_berprestasi(underachiever).html 19 Mei 2011,16.18
http://fomzerotohero.wordpress.com/anak_anda_underachiever_atau_overachiever/ 19 Mei 2011, 16.21
http://amelia.blogspot.com/karakteristik-anak-usia-belajar/ 19 Mei 2011, 15.21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar